Prayer Times
E -Learning and It's Components
DEFINISI DAN KOMPONEN E-LEARNING
Kita mulai dari definisi. Istilah e-Learning atau eLearning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi eLearning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan:
eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa:
eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.
Definisi-definisi lain berserakan di buku-buku. Cara termudah dan tercepat melihat berbagai definisi e-Learning, ya lewat Google ;) Coba deh klik di sini. Untuk yang tertarik eksplorasi Google lebih jauh, jangan lupa untuk ikuti artikel saya tentang teknik pencarian di Google.
Ok apa yang dapat kita simpulkan dari berbagai definisi diatas?
- Metode belajar mengajar baru yang menggunakan media jaringan komputer dan Internet
- Tersampaikannya bahan ajar (konten) melalui media elektronik. Otomatis bentuk bahan ajar juga dalam bentuk elektronik (digital).
- Adanya sistem dan aplikasi elektronik yang mendukung proses belajar mengajar
Kesimpulan definisi diatas ini yang sering saya gunakan untuk membuat bagan komponen e-Learning. Dengan kata lain, komponen yang membentuk e-Learning adalah:
-
Infrastruktur e-Learning: Infrastruktur e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
-
Sistem dan Aplikasi e-Learning: Sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak yang opensource sehingga bisa kita manfaatkan dengan mudah dan murah untuk dibangun di sekolah dan universitas kita.
-
Konten e-Learning: Konten dan bahan ajar yang ada pada e-Learning system (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh siswa kapanpun dan dimanapun. Depdiknas cukup aktif bergerak dengan membuat banyak kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran. Pustekkom juga mengembangkan e-dukasi.net yang mem-free-kan multimedia pembelajaran untuk SMP, SMA dan SMK. Juga mari kita beri applaus ke pak Gatot (Biro PKLN) yang mulai memberikan insentif dan beasiswa untuk mahasiswa yang mengambil konsentrasi ke Game Technology yang arahnya untuk pendidikan. Ini langkah menarik untuk mempersiapkan perkembangan e-Learning dari sisi konten.
Sedangkan Actor yang ada dalam pelaksanakan e-Learning boleh dikatakan sama dengan proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu adanya guru (instruktur) yang membimbing, siswa yang menerima bahan ajar dan administrator yang mengelola administrasi dan proses belajar mengajar.
Oh ya terminologi yang berhubungan dengan e-Learning sebenarnya banyak. Ada online learning, software learning, multimedia learning, computer based learning. Boleh dikatakan semua bisa diwakili oleh e-Learning, baik dalam perspektif umum (online learning, computer based learning) maupun dalam perspektif komponen e-Learning (multimedia learning sebagai komponen e-Learning content dan software learning sebagai komponen e-learning system).
Sedikit perlu kita garis bawahi untuk terminologi distance learning. Terminologi distance learning ini sejak dulu sudah ada, hanya dulu distribusi bahan ajar dan proses pembelajaran tidak menggunakan media elektronik, misalnya universitas terbuka yang dulu mengirimkan module pembelajaran lewat pos. Hanya, saat ini universitas yang menerapkan distance learning kebanyakan sudah menggunakan media elektronik untuk mendistribusikan bahan ajar dan proses belajar mengajar, dengan kata lain bisa saja distance learning masuk ke definisi e-Learning untuk kondisi ini. Tapi tidak menjadi masalah kalau open university yang ada di dunia ini tetap menggunakan term distance learning, karena mungkin sudah lebih lama dan terbiasa digunakan. Yang pasti secara kohesi terminologi, distance learning akan dekat dengan terminologi open university dan synchronous learning.
METODE PENYAMPAIAN E-LEARNING
Seperti kita lihat di atas, peralatan teleconference yang mahal itu posisinya ada di infrastruktur e-Learning (komponen pertama). Meskipun kalaupun tidak ada juga tidak masalah. Lho kok bisa? Ya karena peralatan teleconference akan mendukung e-Learning yang Synchronous tapi tidak untuk yang Asynchronous. Waduh apalagi nih?
Jadi metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua:
-
Synchrounous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama meskipun secara tempat berbeda. Nah peran teleconference ada di sini. Misalnya saya mahasiswa di Universitas Ujung Aspal mengikuti kuliah lewat teleconference dengan professor yang ada di Stanford University. Nah ini disebut dengan Synchronous e-Learning. Yang pasti perlu bandwidth besar dan biaya mahal. Jujur saja Indonesia belum siap di level ini, dalam sudut pandang kebutuhan maupun tingginya biaya. Tapi ada yang main hajar saja (tanpa study yang matang) mengimplementasikan synchronous e-Learning ini. Hasilnya peralatan teleconference yang sudah terlanjur dibeli mahal hanya digunakan untuk coffee morning, itupun 6 bulan sekali
-
Asynchronous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas virtual), meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Nah disinilah diperlukan peranan sistem (aplikasi) e-Learning berupa Learning Management System dan content baik berbasis text atau multimedia. Sistem dan content tersedia dan online dalam 24 jam nonstop di Internet. Guru dan siswa bisa melakukan proses belajar mengajar dimanapun dan kapanpun. Tahapan implementasi e-Learning yang umum, Asynchronous e-Learning dimatangkan terlebih dahulu dan kemudian dikembangkan ke Synchronous e-Learning ketika kebutuhan itu datang.
STRATEGI IMPLEMENTASI DAN KEGAGALAN E-LEARNING
Kalau ditanya tentang strategi implementasi e-Learning, saya pikir ini parameternya terlalu banyak, tergantung kebutuhan, kultur institusi, ketersediaan dana dan berbagai faktor lain. IlmuKomputer.Com menerapkan strategi seperti apa yang saya tulis di artikel tentang model motivasi komunitas (Romi, 2007). Usulan saya sebagai konsultan e-Learning di beberapa perusahaan dan universitas tentang implementasi e-Learning biasanya berupa:
- e-Learning harus didesain utk dapat memberikan nilai tambah secara formal (karier, insentif, dsb) dan nonformal (ilmu, skill teknis, dsb) untuk pengguna (pembelajar, instruktur, admin)
- Pada masa sosialisasi terapkan blended eLearning untuk melatih behavior pengguna dalam e-life style (tidak langsung full e-Learning)
- Project eLearning adalah institution initiative dan bukan hanya IT or HRD initiative
- Jadikan pengguna sebagai peran utama (dukung aktualisasi diri pengguna), tidak hanya object semata
Perlu kita catat bersama bahwa kegagalan implementasi e-Learning kebanyakan bukan karena masalah tools, software atau infrastruktur. Tapi kebanyakan karena human factor, karena beratnya perubahan kultur kerja dan karena tidak adanya kemauan untuk knowledge sharing.
Dari sebuah studi tahun 2000 yang dilakukan oleh Forrester Group kepada 40 perusahaan besar menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (lebih dari 68%) menolak untuk mengikuti pelatihan yang menggunakan konsep e-Learning. Ketika e-Learning itu diwajibkan kepada mereka 30% menolak untuk mengikuti [Dublin, 2003]. Sedangkan studi lain mengindikasikan bahwa dari orang-orang yang mendaftar untuk mengikuti e-Learning, 50-80% tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir [Delio, 2000].
Paling tidak itu dulu, kita akan lanjutkan pembahasan kita dengan membangun sistem e-Learning dan pemilihan Learning Management System (LMS). Ikuti terus seri artikel ini
REFERENSI:
- Glossary of e-Learning Terms, LearnFrame.Com, 2001
- Darin E. Hartley, Selling e-Learning, American Society for Training and Development, 2001
- Dublin, L. and Cross, J., Implementing eLearning: Getting the Most from Your Elearning Investment, the ASTD International Conference, May 2003.
- Michelle Delio, Report: Online Training ‘Boring’, Wired News, located at www.wired.com/news/business/0,1367,38504,00.html
- Romi Satria Wahono, Sistem eLearning Berbasis Model Motivasi Komunitas, Jurnal Teknodik No. 21/XI/TEKNODIK/AGUSTUS/2007, Agustus 2007
Copied from :http://romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-learning/
06.20 | | 1 Comments
CV ku
IDENTITAS DIRI
Nama : Zudha Aulia Rachman
NIM : 113080053
Jurusan : Teknik Informatika
Semester : 2
Kelas : IF-32-01
TTL : Magelang, 26 agustus 1990
Alamat asal : Penggaron, Gondowangi, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah
Alamat kos : Ds Sukapura no 136, rt 02, rw 06, Dayeuh Kolot, Bandung, Jawa
Barat
Ayah : Drs. Wihardopo,T.S.
Ibu : Dra. Zubaidiyah
No HP : 085729372230
Agama : Islam
Hobby : Badminton, desain grafis.
Motto : Tak kan ada yang kan sia-sia selama niat lurus kepadaNYA. Hidup selalu berputar,
maka akan selalu ada harapan, selama kita percaya. ^^
06.17 | | 0 Comments
WEB ENGINEERING
Web Engineering
1.1 Rekayasa Web (Web Engineering)
Dalam jangka waktu yang relatif singkat, Internet dan World Wide Web (biasa disebut dengan
web) telah berkembang dengan sangat pesat sehingga dapat melampaui kecepatan perkembangan
teknologi lainnya di dunia. Internet dan web juga berkembang pesat dalam hal jangkauan dan
luas bidang kegunaan yang secara nyata mempengaruhi beberapa aspek kehidupan. Industri,
seperti manufaktur, biro perjalanan, rumah sakit, perbankan, pendidikan dan pemerintahan
menggunakan web untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka.
Saat ini banyak diantara kita bergantung pada sistem dan aplikasi yang menggunakan antarmuka
web yang harus berjalan dengan baik dan terpercaya. Oleh karena itu para pengembang web
membutuhkan suatu metoda, suatu bidang keilmuan dan proses yang dapat diduplikasi, alat-alat
pengembang web yang baik dan panduan-panduan dalam proses pengembangan web yang baik.
Web engineering (rekayasa web) adalah suatu proses yang digunakan untuk menciptakan suatu
sistem aplikasi berbasis web dengan menggunakan ilmu rekayasa, prinsip-prinsip manajemen dan
pendekatan sistematis sehingga dapat diperoleh sistem dan aplikasi web dengan kualitas
tinggi. Tujuannya untuk mengendalikan pengembangan, minimalisasi resiko dan meningkatkan
kualitas sistem berbasis web. [2]
1.1.1 Kualitas Sistem dan Aplikasi berbasis Web
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur aplikasi berbasis web.
Gambar II 1 Parameter Kualitas Aplikasi pada Sistem Berbasis Web
1.1.2 Alur Kerja Rekayasa Web
Bertolak belakang dengan persepsi dari beberapa pengembang perangkat lunak dan ahli-ahli
dalam bidang rekayasa perangkat lunak (software engineering professional), rekayasa web
tidaklah sama dengan rekayasa perangkat lunak walaupun keduanya melibatkan pemrograman dan
pengembangan perangkat lunak.
Walaupun rekayasa web banyak mengadopsi prinsip-prinsip rekayasa perangkat lunak, rekayasa
web memiliki banyak pendekatan, metoda, alat bantu, teknik dan panduan yang memenuhi
persyaratan pembuatan sistem berbasis web.
Pengembangan sistem berbasis web berbeda dengan pengembangan perangkat lunak konvensional,
dimana pengembangan sistem berbasis web lebih banyak menghadapi tantangan. Pengembangan web
adalah gabungan dari print publishing dan pengambangan perangkat lunak, diantara marketing
dan perhitungan dan diantara seni dan teknologi.
Alternatif model dari rekayasa web adalah sebagai berikut :
Gambar II 2 Alur Kerja Rekayasa Web
1.1.2.1 Formulasi (formulation)
Kegiatan yang berfungsi untuk merumuskan tujuan dan ukuran dari aplikasi berbasis web serta
menentukan batasannya sistem.
Tujuan yang ingin dicapai bisa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Tujuan yang bersifat informatif
Menyediakan suatu informasi tertentu kepada pengguna, berupa teks, grafik, audio, dan video.
2. Tujuan yang bersifat fungsional
Kemampuan untuk melakukan suatu fungsi yang dibutuhkan pengguna, misal dengan menggunakan
aplikasi tersebut seorang dosen dapat memperoleh nilai akhir dan statistik nilai mahasiswa
dari data-data ujian, tugas, kuis yang ia input ke dalam aplikasi.
1.1.2.2 Perencanaan (planning)
Kegiatan yang digunakan untuk menghitung estimasi biaya proyek pembuatan aplikasi berbasis
web ini, estimasi jumlah pengembang, estimasi waktu pengembangan, evaluasi resiko
pengembangan proyek, dan mendefinisikan jadwal pengembangan untuk versi selanjutnya (jika
diperlukan).
1.1.2.3 Analisis (analysis)
Kegiatan untuk menentukan persyaratan – persyaratan teknik dan mengidentifikasi informasi
yang akan ditampilkan pada aplikasi berbasis web. Analisis yang digunakan pada rekayasa web
dilakukan dari empat sisi, yaitu :
1. Analisis isi informasi
Mengidentifikasi isi yang akan ditampilkan pada aplikasi berbasis web ini. Isi informasi
dapat berupa teks, grafik, audio, maupun video.
2. Analisis interaksi
Analisis yang menunjukkan hubungan antara web dengan pengguna.
3. Analisis fungsional
Analisis tentang proses bagaimana aplikasi berbasis web ini akan menampilkan informasi
kepada pengguna.
4. Analisis konfigurasi
Konfigurasi yang digunakan pada aplikasi berbasis web, internet, intranet, atau extranet.
Selain itu, analisis ini juga meliputi relasi database dengan web jika diperlukan.
1.1.2.4 Rekayasa (engineering)
Terdapat dua pekerjaan yang dilakukan secara paralel, yaitu desain isi informasi dan desain
arsitektur web.
1.1.2.5 Implementasi (page generation) & pengujian (testing)
Suatu kegiatan untuk mewujudkan desain menjadi suatu web site. Teknologi yang digunakan
tergantung dengan kebutuhan yang telah dirumuskan pada tahap analisis.
Pengujian dilakukan setelah implementasi selesai dilaksanakan. Pengujian meliputi beberapa
parameter yang akan menentukan standar aplikasi berbasis web yang telah dibuat. Tahap
pengujian adalah suatu proses untuk menguji aplikasi berbasis web yang telah selesai dibuat.
Hal ini bertujuan untuk menemukan kesalahan dan kemudian memperbaikinya. Pengembang suatu
aplikasi berbasis web mendapat tantangan besar untuk melakukan pengujian karena karakter
aplikasi ini yang beroperasi pada jaringan dengan berbagai macam pengguna, berbagai macam
sistem operasi, perangkat keras, browser, protokol komunikasi, dll.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengujian, yaitu :
1. Pengujian fungsional dan operasional (fungsional and operational testing)
Bertujuan untuk menguji masukan dan keluaran dari aplikasi ini.
Hasil keluaran aplikasi bergantung dari teknologi yang digunakan, baik itu bahasa
pemrograman maupun bahasa skrip yang digunakan.
Untuk menguji code HTML dan CSS yang digunakan dapat menggunakan alat bantu W3C HTML
Validation Service di http://validator.w3.org/ dan W3C CSS Validation Service di
http://jigsaw.w3.org/css-validator/
2. Pengujian navigasi (navigation testing)
Hal ini digunakan untuk melihat kesesuaian antara desain navigasi dengan navigasi yang ada
di aplikasi. Navigasi berhubungan dengan link-link yang terdapat didalam aplikasi.
Untuk menguji link dapat digunakan alat bantu W3C Link Checker Service di
http://validator.w3.org/checklink
3. Pengujian konfigurasi (configuration testing)
Pengujian ini dilakukan pada sistem operasi, browser, sistem perangkat keras dan perangkat
lunak pendukung. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan batas toleransi kebutuhan aplikasi
akan perangkat lunak dan perangkat keras pendukungnya.
4. Pengujian keamanan dan performansi (security and performance testing)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat tingkat keamanan aplikasi dengan cara menguji
aspek-aspek yang dapat menimbulkan gangguan keamanan aplikasi maupun server. Keamanan
aplikasi sangat bergantung pada teknologi pengembangan website, konfigurasi server yang
digunakan dan kelakuan sistem. Pengujian performansi dapat dilakukan bersamaan dengan
pengujian keamanan aplikasi, karena keamanan aplikasi berbasis web juga tergantung dari
performansi server dan aplikasi tersebut.
1.1.2.6 Evaluasi oleh konsumen (customer evaluation)
Suatu kegiatan akhir dari siklus proses rekayasa web, akan menentukan apakah web yang telah
selesai dibuat tersebut sesuai dengan yang mereka inginkan. Apabila aplikasi berbasis web
ini belum sesuai dengan kehendak mereka, maka proses rekayasa web akan terus dilakukan dan
dimulai lagi dari tahap formulasi untuk versi berikutnya.
Pustaka :
[1] Turban, Mc Lean, and Wetherbe, “Information Technology for Management”, Second Edition,
John Wiley & Sons, Inc, 1999.
[2] S. Murugesan et al., “Web Engineering: A New Discipline for Web-Based System
Development,” Proc. First Int’l Conf. Software Engineering (ICSE) Workshop on Web Engeering,
Univ. of Western Sydney, Australia, 1999,
http://aeims.uws.edu.au/WebEhome/ICSE99-WebE-Proc/San.doc.
copied from :http://kmrg.itb.ac.id/default/000066.html
06.06 | | 1 Comments
Meluruskan Salah Kaprah Tentang e-Learning
by Romi Satria WahonoMas Romi, kami ingin membangun e-Learning untuk sekolah kami, tapi kami tidak punya dana untuk membeli peralatan teleconference. Apa saja sih prasyarat sehingga bisa disebut sekolah kami telah menerapkan e-Learning? Mohon pencerahannya ya mas. Thanks. (Taufik, Purwokerto)
Berbarengan dengan booming e-Learning di sekolah dan kampus, banyak pertanyaan senada meskipun dengan narasi berbeda yang masuk ke mailbox atau YM saya tentang implementasi e-Learning. Intinya menanyakan seperti apa sih yang disebut e-Learning itu dan apa saja komponen yang harus dilengkapi untuk implementasi e-Learning. Mari kita kupas bersama makhluk menarik bernama e-Learning ini.
DEFINISI DAN KOMPONEN E-LEARNING
Kita mulai dari definisi. Istilah e-Learning atau eLearning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi eLearning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang menyatakan:
eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa:
eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.
Definisi-definisi lain berserakan di buku-buku. Cara termudah dan tercepat melihat berbagai definisi e-Learning, ya lewat Google ;) Coba deh klik di sini. Untuk yang tertarik eksplorasi Google lebih jauh, jangan lupa untuk ikuti artikel saya tentang teknik pencarian di Google.
Ok apa yang dapat kita simpulkan dari berbagai definisi diatas?
- Metode belajar mengajar baru yang menggunakan media jaringan komputer dan Internet
- Tersampaikannya bahan ajar (konten) melalui media elektronik. Otomatis bentuk bahan ajar juga dalam bentuk elektronik (digital).
- Adanya sistem dan aplikasi elektronik yang mendukung proses belajar mengajar
Kesimpulan definisi diatas ini yang sering saya gunakan untuk membuat bagan komponen e-Learning. Dengan kata lain, komponen yang membentuk e-Learning adalah:
-
Infrastruktur e-Learning: Infrastruktur e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
-
Sistem dan Aplikasi e-Learning: Sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak yang opensource sehingga bisa kita manfaatkan dengan mudah dan murah untuk dibangun di sekolah dan universitas kita.
-
Konten e-Learning: Konten dan bahan ajar yang ada pada e-Learning system (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh siswa kapanpun dan dimanapun. Depdiknas cukup aktif bergerak dengan membuat banyak kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran. Pustekkom juga mengembangkan e-dukasi.net yang mem-free-kan multimedia pembelajaran untuk SMP, SMA dan SMK. Juga mari kita beri applaus ke pak Gatot (Biro PKLN) yang mulai memberikan insentif dan beasiswa untuk mahasiswa yang mengambil konsentrasi ke Game Technology yang arahnya untuk pendidikan. Ini langkah menarik untuk mempersiapkan perkembangan e-Learning dari sisi konten.
Sedangkan Actor yang ada dalam pelaksanakan e-Learning boleh dikatakan sama dengan proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu adanya guru (instruktur) yang membimbing, siswa yang menerima bahan ajar dan administrator yang mengelola administrasi dan proses belajar mengajar.
Oh ya terminologi yang berhubungan dengan e-Learning sebenarnya banyak. Ada online learning, software learning, multimedia learning, computer based learning. Boleh dikatakan semua bisa diwakili oleh e-Learning, baik dalam perspektif umum (online learning, computer based learning) maupun dalam perspektif komponen e-Learning (multimedia learning sebagai komponen e-Learning content dan software learning sebagai komponen e-learning system).
Sedikit perlu kita garis bawahi untuk terminologi distance learning. Terminologi distance learning ini sejak dulu sudah ada, hanya dulu distribusi bahan ajar dan proses pembelajaran tidak menggunakan media elektronik, misalnya universitas terbuka yang dulu mengirimkan module pembelajaran lewat pos. Hanya, saat ini universitas yang menerapkan distance learning kebanyakan sudah menggunakan media elektronik untuk mendistribusikan bahan ajar dan proses belajar mengajar, dengan kata lain bisa saja distance learning masuk ke definisi e-Learning untuk kondisi ini. Tapi tidak menjadi masalah kalau open university yang ada di dunia ini tetap menggunakan term distance learning, karena mungkin sudah lebih lama dan terbiasa digunakan. Yang pasti secara kohesi terminologi, distance learning akan dekat dengan terminologi open university dan synchronous learning.
METODE PENYAMPAIAN E-LEARNING
Seperti kita lihat di atas, peralatan teleconference yang mahal itu posisinya ada di infrastruktur e-Learning (komponen pertama). Meskipun kalaupun tidak ada juga tidak masalah. Lho kok bisa? Ya karena peralatan teleconference akan mendukung e-Learning yang Synchronous tapi tidak untuk yang Asynchronous. Waduh apalagi nih?
Jadi metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua:
-
Synchrounous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama meskipun secara tempat berbeda. Nah peran teleconference ada di sini. Misalnya saya mahasiswa di Universitas Ujung Aspal mengikuti kuliah lewat teleconference dengan professor yang ada di Stanford University. Nah ini disebut dengan Synchronous e-Learning. Yang pasti perlu bandwidth besar dan biaya mahal. Jujur saja Indonesia belum siap di level ini, dalam sudut pandang kebutuhan maupun tingginya biaya. Tapi ada yang main hajar saja (tanpa study yang matang) mengimplementasikan synchronous e-Learning ini. Hasilnya peralatan teleconference yang sudah terlanjur dibeli mahal hanya digunakan untuk coffee morning, itupun 6 bulan sekali
-
Asynchronous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas virtual), meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Nah disinilah diperlukan peranan sistem (aplikasi) e-Learning berupa Learning Management System dan content baik berbasis text atau multimedia. Sistem dan content tersedia dan online dalam 24 jam nonstop di Internet. Guru dan siswa bisa melakukan proses belajar mengajar dimanapun dan kapanpun. Tahapan implementasi e-Learning yang umum, Asynchronous e-Learning dimatangkan terlebih dahulu dan kemudian dikembangkan ke Synchronous e-Learning ketika kebutuhan itu datang.
STRATEGI IMPLEMENTASI DAN KEGAGALAN E-LEARNING
Kalau ditanya tentang strategi implementasi e-Learning, saya pikir ini parameternya terlalu banyak, tergantung kebutuhan, kultur institusi, ketersediaan dana dan berbagai faktor lain. IlmuKomputer.Com menerapkan strategi seperti apa yang saya tulis di artikel tentang model motivasi komunitas (Romi, 2007). Usulan saya sebagai konsultan e-Learning di beberapa perusahaan dan universitas tentang implementasi e-Learning biasanya berupa:
- e-Learning harus didesain utk dapat memberikan nilai tambah secara formal (karier, insentif, dsb) dan nonformal (ilmu, skill teknis, dsb) untuk pengguna (pembelajar, instruktur, admin)
- Pada masa sosialisasi terapkan blended eLearning untuk melatih behavior pengguna dalam e-life style (tidak langsung full e-Learning)
- Project eLearning adalah institution initiative dan bukan hanya IT or HRD initiative
- Jadikan pengguna sebagai peran utama (dukung aktualisasi diri pengguna), tidak hanya object semata
Perlu kita catat bersama bahwa kegagalan implementasi e-Learning kebanyakan bukan karena masalah tools, software atau infrastruktur. Tapi kebanyakan karena human factor, karena beratnya perubahan kultur kerja dan karena tidak adanya kemauan untuk knowledge sharing.
Dari sebuah studi tahun 2000 yang dilakukan oleh Forrester Group kepada 40 perusahaan besar menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (lebih dari 68%) menolak untuk mengikuti pelatihan yang menggunakan konsep e-Learning. Ketika e-Learning itu diwajibkan kepada mereka 30% menolak untuk mengikuti [Dublin, 2003]. Sedangkan studi lain mengindikasikan bahwa dari orang-orang yang mendaftar untuk mengikuti e-Learning, 50-80% tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir [Delio, 2000].
Paling tidak itu dulu, kita akan lanjutkan pembahasan kita dengan membangun sistem e-Learning dan pemilihan Learning Management System (LMS). Ikuti terus seri artikel ini
REFERENSI:
- Glossary of e-Learning Terms, LearnFrame.Com, 2001
- Darin E. Hartley, Selling e-Learning, American Society for Training and Development, 2001
- Dublin, L. and Cross, J., Implementing eLearning: Getting the Most from Your Elearning Investment, the ASTD International Conference, May 2003.
- Michelle Delio, Report: Online Training ‘Boring’, Wired News, located at www.wired.com/news/business/0,1367,38504,00.html
- Romi Satria Wahono, Sistem eLearning Berbasis Model Motivasi Komunitas, Jurnal Teknodik No. 21/XI/TEKNODIK/AGUSTUS/2007, Agustus 2007
copied from :
http://romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-learning/
06.03 | | 0 Comments
MY PreNDz
-
Big Data Trends 2018 - Manusia, suka tidak suka, sadar tidak sadar, memproduksi data setiap hari, dan kuantitasnya kian hari kian membesar. Diskusi masalah data sebesar 128 GB ...6 tahun yang lalu
-
Move On :V - Officially official, this blog move to canrakerta.com from now on. Thanks.10 tahun yang lalu
-
-
Moved! - From now on my blog can be accessed at the new url : http://ariffst.wordpress.com And this blog will be disabled soon. For everyone that still linked with ...13 tahun yang lalu
-
Feed2PDF: Konversi RSS Feed Ke PDF - Anda punya blog favorit yang biasa anda baca secara online? Mungkin suatu saat anda ingin membacanya secara offline ketika waktu sedang senggang. Tool on...13 tahun yang lalu
-
Dota cuy. . - It's about our hobby. .Dota!! Wah. . klo dah ketemu ma maenan satu ini. . Dipastikan gw gag bakal beranjak dari depan laptop deh. . apalagi klo maen m...16 tahun yang lalu
-
-
jam
translate
Mengenai Saya
- raz_inpeace
- info lebih lanjut langsung aja kunjungi zudhaulia.co.cc makasih...